Monday, October 30, 2006

Perlakuan Nomer Satu


Beberapa waktu lalu saya bersama seorang rekan ditugasi untuk melakukan liputan ke sebuah kota. Salah satunya adalah mewawancarai seorang anak yang berprestasi. Saat tiba di tempat tujuan kami diterima dengan sangat baik oleh pemilik rumah. Wawancara berlangsung hangat, selain anak yang diwawancarai begitu komunikatif, juga kedua orangtuanya bertindak sangat proaktif.

Mereka sangat antusias membantu proses wawancara yang berjalan cukup lama ini. Walaupun demikian ada satu hal yang sedikit mengganjal perasaan saat itu. Beberapa kali ibu sang anak menyuruh suaminya untuk melakukan sesuatu hal. ''Tolong Pap, ambilkan X di kamar.'' Atau, ''Eh, itunya gak kebawa, tolong dong diambilkan lagi.'' Yang lain seperti, ''Mungkin Papa bisa ini.. itu..'' Terlihat sang suami itu antusias memenuhi permintaan istrinya.

Bagi saya, apa yang dilakukan si istri tadi terhadap suaminya terlihat kurang pada tempatnya. Mungkin untuk budaya Barat itu hal biasa, tapi untuk kebiasaan Timur agak kurang biasa, apalagi diperlihatkan di depan tamu. Dengan alasan apapun, di rumah suami adalah pemimpin yang tidak layak disuruh-suruh, terutama untuk hal-hal yang semestinya dilakukan oleh istri. Boleh saja, dalam pandangan mata, sang suami terlihat enjoy untuk memenuhi perintah istrinya, tapi dalam hatinya pasti ada perasaan tidak enak dan kurang berharga.

Ia tidak mengungkapkan perasaannya, mungkin karena ia termasuk tipe STI (suami takut istri). Saya jadi teringat pada apa yang dikatakan almarhumah La Rose, ''Bahwasannya suami itu tidak mau sekadar dijadikan musik yang melatarbelakangi kegiatan dan kebutuhan istri. Apakah itu dalam hal mengurus anak ataupun karirnya. Dengan menempatkan suami pada kedudukan nomer dua dalam kehidupan istri, pada akhirnya akan membuat suami berbalik menjadi pahit terhadap istri itu sendiri, malahan terhadap anak-anaknya juga.

'' Dari sekian hal yang diungkapkan oleh La Rose di atas, terlihat sebuah gambaran sunatullah bahwa bila seorang istri menjadikan suaminya sebagai nomer dua, maka jangan heran bila suami pun akan memperlakukan ia menjadi nomor dua pula. Tapi sebaliknya, bila seorang istri atau suami memperlakukan pasangannya sebagai nomor satu, maka ia pun akan mendapatkan perlakukan nomor satu pula. Begitulah hidup, siapa yang memberi pasti akan menerima. Semakin baik dalam memberi, maka akan semakin baik pula saat menerima.

Andai kita melihat perjalanan hidup tokoh-tokoh besar dunia, ternyata salah satu kunci suksesnya adalah perlakukan nomor satu dari pasangannya. Entah itu perhatian yang tulus, dukungan terbaik, ataupun menjadikan pasangannya, terutama suami, sebagai orang yang layak untuk dihormati. Hal ini diperkuat oleh sebuah penelitian terhadap pria-pria yang berhasil di masyarakat yang menyatakan bahwa 95 persen dari mereka diperlakukan oleh istrinya sebagaimana seseorang yang layak dihormati.

Tentu sangat masuk akal, bagaimana seseorang suami akan berkarier secara maksimal di luar rumah, bila di rumahnya sendiri ia tidak mendapatkan perlakukan yang sewajarnya. Seorang suami yang diperlakukan dengan baik oleh istrinya di rumah dengan sendirinya akan berkelakuan pula sebagai seorang yang layak dihormati. Biasanya seorang suami yang tidak mendapatkan penghargaan dari istrinya di rumah, di luar rumah, mereka cenderung berlebih-lebihan atau sama sekali kelewatan mengalah hingga mereka menjadi orang yang sangat rendah diri (bukan rendah hati).

Tentu tidak terlalu menjadi masalah bila seorang istri sekali dua kali salah dalam memperlakukan suaminya, tapi hal ini akan menjadi masalah besar tatkala dilakukan berulang-ulang. Harga diri seorang suami akan jatuh, kemampuannya dalam memimpin keluarga pun akan hilang, dan bila hal ini dibiarkan berlarut-larut rumah tangga akan kehilangan rasa keharmonisannya, bahkan mungkin akan berakhir dengan perceraian. Benarlah apa yang dikatakan orang bahwa sesungguhnya pusat kebahagian wanita dalam sebuah pernikahan adalah dicintai, sedangkan bagi pria pusat kebahagiaan itu adalah bila dia dihargai dan dikagumi. Wallahu a'lam.

0 comments: