Monday, October 30, 2006

Itsar Dalam Keluarga


Kebahagiaan merupakan dambaan setiap keluarga. Ia adalah syurga dunia bagi siapa pun yang berhasil mendapatkannya. Karenanya, setiap pasangan suami istri berusaha mendapatkannya dengan berbagai hal.

Banyak anggapan, kebahagiaan berumah tangga itu datang dari bertumpuknya harta, tingginya jabatan, dan mewahnya kendaraan. Karena itu, banyak yang merelakan diri berpayah-payah mendapatkan semuanya. Tak hanya suami, tapi juga istri. Mereka berjuang siang malam memimpikan harapannya segera terwujud.

Anggapan ini kurang tepat. Nilainya hanya setitik kecil di antara besarnya akumulasi kebahagiaan. Buktinya, tak jarang suami istri yang sama-sama berkarier mendapatkan semua itu, rumah tangganya kandas di tengah jalan. Kebahagiaan yang dicari pun hanya menjadi angan-angan yang tak pernah datang.

Lantas, jalan mana yang sesungguhnya mampu mendatangkan kebahagiaan dambaan setiap pasangan suami istri? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita mencerna gambaran Dr Aisyah Abdurrahman tentang kehidupan keluarga Rasulullah SAW: "Rumah beliau indah, meski sangat sederhana.

Ia lebih mengutamakan hidup dalam rumahnya sebagai orang zuhud. Beliau tidak pernah memaksakan sesuatu apapun terhadap istri-istrinya. Ia selalu isi kehidupan rumah tangganya dengan kehangatan dan kebersamaan yang menyenangkan."

Dalam bahasa lain, Abbas Mahmud Al Aqqad menggambarkan bahwa Rasulullah SAW tidak menjadikan wibawa kenabian sebagai penghalang antara beliau dan para istrinya. Malah, kadang-kadang beliau terlalu bersikap lunak terhadap para istrinya, tegur sapanya manis, dan selalu mengalah.

Gambaran-gambaran tentang rumah tangga Rasulullah SAW tersebut menjelaskan bahwa keluarga beliau tidak pernah mencari kebahagiaan melalui pintu-pintu duniawi. Mereka mencari kebahagiaan dari pintu-pintu akhlak mulia.

Artinya, baik Rasulullah SAW maupun istri-istrinya menempatkan akhlak sebagai jalan utama tercapainya kebahagiaan mereka. Tak heran jika kemudian Rasulullah SAW bersabda: Baiti Jannati (Rumahku Syurgaku).

Ilustrasi kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW tentu menyadarkan kita, bahwa lewat pintu akhlak-lah kebahagiaan hakiki dalam rumah tangga akan tercapai. Dan salah satu akhlak yang dapat kita tumbuhkan dalam keluarga guna mencapai kebahagiaan adalah Itsar, mendahulukan kepentingan orang lain.

Sebagai contoh, seorang suami dapat menunda keinginannya untuk dilayani istrinya, karena sang istri lebih membutuhkan pelayanannya. Ia rela lebih dahulu melayani kepentingan istrinya membantu mengatur urusan-urusan rumah tangga, meskipun dalam keadaan lelah sepulang mencari nafkah.

Ia pun rela berpakaian seadanya, karena ia terlebih dahulu memprioritaskan pakaian istrinya. Ketika berhadapan dengan makanan, ia ingat bahwa istrinya lebih membutuhkan makanan tersebut.
Di saat yang sama, sang istri berpikiran sama.

Ia memandang bahwa suami merasakan kelelahan yang amat sangat, karenanya ia rela berpayah-payah melayani suami meskipun ia juga merasakan kelelahan luar biasa karena urusan-urusan rumah tangga. Ia tak rela ladang ibadahnya diambil suami, meskipun hanya setitik.

Karena itu, ia tidak memperlihatkan kelelahan sedikit pun di hadapan suami. Ia betul-betul ikhlas melayani segala keperluan suami, tanpa keluh kesah. Dr Yusuf Qaradhawi memandang, akhlak seperti ini jauh lebih tinggi derajatnya dibanding rasa cinta.

Bagaimana tidak, dengan itsar seseorang mampu mendahulukan kepentingan siapa pun atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai. Ia rela merasakan lapar demi mengenyangkan orang lain, ia rela haus untuk menyegarkan orang lain, dan berjaga demi menidurkan orang lain, ia bersungguh-sungguh untuk mengistirahatkan orang lain.

Tentu akhlak ini tidak dengan mudah tumbuh dalam keluarga. Ia memerlukan kesadaran, sesungguhnya hubungan kita dengan orang lain, termasuk istri atau suami kita, adalah hubungan ruhiyah yang menempatkan ketakwaan sebagai derajat yang paling tinggi. Bukan hubungan struktural, yang menempatkan derajat-derajat di luar ketakwaan sebagai ukuran. Wallahua'lam

0 comments: